Powered By Blogger

Friday, July 3, 2020

BUDAYA JEPANG, BUDAYA KERETA API




Ironis sekali nasib rakyat Jepang. Ketika produk-produk mobilnya merajai pasaran, justru rakyat Jepang tak bisa menikmatinya. Memang, pendapatan per kapita mereka tinggi. Tapi pengeluaran untuk memelihara mobil juga gila-gilaan. Biaya garasi tinggi karena lahan terbatas, ongkos parkir bisa jutaan per bulan, biaya tol yang sepuluh kali lipat dengan Indonesia, serta harga bensin yang bisa mencapai Rp 2.000 per liter.
Oleh sebab itu, angkutan massal cepat (MRT) merupakan solusi. Berhubung lahan terbatas, terpaksa ngerong (masuk ke dalam tanah). Alhasil, di bawah tanah Tokyo berseliweran jalur-jalur kereta api cepat. Selain ketepatan, akses ke segala penjuru menjadi nilai plus mengapa rakyat Jepang memilih naik kereta. Bisa dikatakan sistem perkeretaapian Jepang yang telah berumur lebih dari seabad adalah yang terbaik di dunia.
Pada awalnya, Jepang hanya mengimpor tiga kereta api dari Amerika. Satu unit digunakan untuk transportasi umum, satu unit sebagai cadangan, dan sisanya di-preteli untuk ditiru sebagai contoh.
Dengan ilmu tiru-meniru itu, Jepang berhasil meninggalkan Amerika dalam teknologi perkeretaapian. Kereta api supercepat dan berdaya angkut besar mampu melayani mobilitas masyarakat Jepang yang terkenal gila kerja itu. Itulah sebabnya, penduduk Tokyo antara siang dan malam bisa berbeda banyak. Di malam hari Tokyo dihuni 11 juta jiwa, sementara siang hari 20 juta jiwa. Berarti ada 9 juta jiwa kaum urban berduyun-duyun keluar-masuk Tokyo. Bandingkan dengan kemacetan Jakarta pada pagi atau sore hari di mana perbedaan jumlah warga Jakarta siang hari (11 juta) dan malam hari (9 juta), hanya dua juta! (Kompas, 2-1-1998). Bisa dibayangkan kalau mereka semua menggunakan kendaraan pribadi atau kendaraan umum semacam bus, seperti di Jakarta, jalan-jalan di Tokyo bakal macet total.
Waktu akhirnya menjadi sangat berarti bagi mereka. Maka tak aneh kalau kita melihat banyak penumpang yang tidur atau membaca dalam kereta. Anehnya, berbeda dengan kereta Jabotabek, mereka tak perlu "berlatih lempar lembing" segala alias bergelantung pada pipa besi pegangan. Begitu tenang dan tanpa guncangan sama sekali. Bahkan beberapa diantaranya sanggup tidur dengan nyenyak!
Ketat dan tepatnya jadwal kereta api membuat orang harus cermat dan hati-hati. Begitu tepatnya, jika terlambat satu menit saja terpaksa harus menunggu kereta berikutnya. Selain itu, di Jepang terlambat lima menit sudah sangat memalukan. Karena itu kita harus tahu dengan pasti naik dan turun di mana, masuk peron mana, serta gerbong nomor dan pintu berapa. Mereka pun dengan tertib antre. Bisa dibayangkan, jutaan manusia setiap hari harus antre, berjalan cepat, dan bertemu dengan manusia lain yang akhirnya membentuk manusia Jepang yang sehat, berbudaya tertib, berdisiplin, kerja keras, suka hidup berkelompok, dan tepat waktu. (Dr. Ir. Soemitro Arintadisastra)

No comments:

Post a Comment

PERCEPATAN SINKRONISASI DAPODIK, LPJ BOS TAHAP I, II 2020 DAN PENGISIAN RAPOR MUTU TAHUN 2019

Menindaklanjuti surat Dirjen Pauddasmen Nomor 7160/C/KU/2020 hal Persiapan Penyaluran Dana BOS tahap III Tahun 2020, Surat Pemberitah...